Skip to main content

SISTEM PEMBELAJARAN SECARA KONSTUKTIVIS


Karya Ilmiah
SISTEM PEMBELAJARAN SECARA KONSTUKTIVIS
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Belajar Dan Pembelajaran
Yang dibina oleh Moh. Zaini, S.PdI., M.Pd.





   Di susun oleh:
AMELIA M. E. BOTOOR
SUCI ALFIAN
YOPITA A
M. ARDI. A

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU SOSIAL DAN HUMANIOR
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU EKONOMI DAN WIRAUSAHA
IKIP BUDI UTOMO MALANG
2012












KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Karena atas berkat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Belajar dan Pembelajaran. Makalah ini kami susun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri kami sendiri maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “KONSTRUKTIVIS” untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap dunia Sejarah.
            Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang bermanfaat. kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan teman-teman. Amin.



                                                                                                            Malang, 14-6-2012


Penulis







DAFTAR ISI

Cover……………………………………………………………………………………….
Kata Pengantar……………………………………………………………………………  i
Daftar isi………………………………………………………………………………….. ii
Bab I Pendahuluan
Latar Belakang Masalah…………………………………………………………………….1
Rumusan masalah…………………………………………………………………………...2
Bab II Kajian Pustaka
Definisi Teori Konstruktivis………………………………………………………………..3
Konsep Pembelajaran Konstruktivis………………………………………………………. 3

Bab III Pembahasan dan Hasil Analisis
A.    Teori Belajar dan Tujuan Konstruktivis…………………………………………….4
B.     Hubungan Konstruktivis dengan Teori Belajar Lain………………………………..6
C.     Penerapan pembelajaran Secara Konstruktivis……………………………………..8
D.    Prinsip-prinsip Konstruktivis………………………………………………………..9
E.     Hakikat Masa Depan Anak Menurut Teori Belajar Konstruktivis…………………10
F.      Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivis………………………12
G.    Kelebihan dan kelemahan Teori konstruktivis……………………………………..13
H.    Proses Belajar Menurut Konstruktis……………………………………………......14
I.       Implikasi Konstruktivis pada ppembelajaran…………………………………….....15
J.       Perbandingan Pembelajaran Tradisional Dengan Pembelajaran Konstrutivis…...…16

BAB IV Penutup
Kesimpulan…………………………………………………………………………...…19
Saran & Rekomendasi Kebijakan…………………………………………………...…..19

Daftar Pustaka



BAB I
PENDAHULUAN

1.LATAR BELAKANG
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh subyek itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi. Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses pembelajaran, si belajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa. Belajar lebih diarahkan pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru. Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pebelajar. Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1) mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang relevan, (2) mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajran dalam konteks pengalaman social, (4) pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman. Hakikat pembelajaran konstruktivistik oleh Brooks & Brooks dalam Degeng mengatakan bahwa pengetahuan adalah non-objective, bersifat temporer, selalu berubah, dan tidak menentu. Belajar dilihat sebagai penyusunan pengetahuan dari pengalaman konkrit, aktivitas kolaboratif, dan refleksi serta interpretasi. Mengajar berarti menata lingkungan agar si belajar termotivasi dalam menggali makna serta menghargai ketidakmenentuan. Atas dasar ini maka si belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergentung pada pengalamannya, dan perspektif yang dipakai dalam menginterpretasikannya. 



2.RUMUSAN MASALAH
Agar makalah ini tidak keluar jalur dari pembahasan teori ini, maka perlu adanya keterbatasan masalah sebagai berikut:
1.Pengertian teori konstruktivis
2.Pandangan terhadap pembelajaran
3.Implementasi dalam pembelajaran
4.Perbandingan teori pembelajaran tradisional dengan Konstruktivis



























BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Definisi Teori Konstruktivis
didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivis sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.

Konsep Pembelajaran Konstruktivis
        Pendidikan pada dasarnya merupakan interaksi pendidik (guru) dengan peserta didik (siswa), untuk mencapai tujuan pendidikan yang berlangsung dalam ungkapan tertentu. Interaksi ini disebut interaksi pendidikan, yaitu saling pengaruh antara pendidik dengan peserta didik. 
Beberapa konsep umum Pendekatan konstruktivis seperti:
1.     Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2.     Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3.     Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling memengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4.     Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
5.     Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6.     Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.




BAB III
PEMBAHASAN DAN HASIL ANALISIS

A.    TEORI BELAJAR DAN TUJUAN KONSTRUKTIVIS
Teori Belajar Konstruktivis
Teori- teori terbaru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivict theoris learning). Teori konstruktif ini meyatukan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentranspormasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya  apapbila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai[1]. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja  mememcahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Peaget, V ygotsky, teori-teori pemprosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori bruner.
Menurut teori konstruktif ini, satu prinsip yang  paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberi pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dlam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, bengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar mengunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa kepemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memenjat anak tangga tersebut.
Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru. Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus-menerus (Suparno, 1997). Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Sedangkan menurut Tran Vui Konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas anggapan bahwa dengan memfreksikan pengalaman-pengalaman sendiri.sedangkan teori Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut denga bantuan fasilitasi orang lain Dari keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
 Adapun tujuan dari teori ini dalah sebagai berikut:
1.Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya.
2.Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
3.Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.

Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan. Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat.
Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7). Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998). Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.
·         Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
o    Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997). Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat konstruktivis sosial) disebut pendekatan konstruktivis sosial. Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak bersifat absolut dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan pengajuan masalah (problem posing) oleh manusia (Ernest, 1991). Dalam pembelajaran matematika, Cobb, Yackel dan Wood (1992) menyebutnya dengan konstruktivisme sosio (socio-constructivism), siswa berinteraksi dengan guru, dengan siswa lainnya dan berdasarkan pada pengalaman informal siswa mengembangkan strategi-strategi untuk merespon masalah yang diberikan. Karakteristik pendekatan konstruktivis sosio ini sangat sesuai dengan karakteristik RME.


B.     HUBUNGAN KONSTRUKTIVIS DENGAN TEORI BELAJAR LAIN
        Selama 20 tahun terakhir ini konstruktivis telah banyak mempengaruhi pendidikan Sains dan Matematika di banyak negara Amerika, Eropa, dan Australia. Inti teori ini berkaitan dengan beberapa teori belajar seperti teori Perubahan Konsep, Teori Belajar Bermakna dan Ausuble, dan Teori Skema.
1.      Teori Belajar Konsep
         Dalam banyak penelitian diungkapkan bahwa teori petubahan konsep ini dipengaruhi atau didasari oleh filsafat kostruktivis. Konstruktivis yang menekankan bahwa pengetahuan dibentuk oleh siswa yang sedang belajar, dan teori perubahan konsep yang menjelaskan bahwa siswa mengalami perubahan konsep terus menerus, sangat berperan dalam menjelaskan mengapa seorang siswa bisa salah mengerti dalam menangkap suatu konsep yang ia pelajari[2]. Kostruktivis membantu untuk mengerti bagaimana siswa membentuk pengetahuan yang tidak tepat. Dengan demikian, seorang pendidik dibantu untuk mengarahkan sisiwa dalam pembentukan pengetahuan mereka yang lebih tepat. Teori perubahan konsep sangat membantu karena mendorong pendidik agar menciptakan suasana dan keadaan yang memungkinkan perubahan konsep yang kuat pada murid sehingga pemahaman mereka lebih sesuai dengan ilmuan. Konstrutivis dan Teori Perubahan Konsep memberikan pengertian bahwa setiap orang dapat membentuk pengertian yang berbeda tersebut bukanlah akhir pengembangan karena setiap kali mereka masih dapat mengubah pengertiannya sehingga lebih sesuai dengan pengertian ilmuan. Salah pengrtian dalam memahami sesuatu, menurut Teori Konstruktivisme dan teori Perubahan Konsep, bukanlah akhir dari segala-galanyamelainkan justru menjadi awal untuk pengembangan yang lebih baik.
1.      Teori Bermakna Ausubel
Menurut Ausubel, seseorang belajar denga mengasosiasikan fenomena baru ke dalam sekema yang telah ia punya. Dalam proses itu seseorang dapat memperkembangkan sekema yang ada atau dapat mengubahnya. Dalam proses belajar ini siswa mengonstruksi apa yang ia pelajari sendiri. Teori Belajar bermakna Ausuble ini sangat dekat dengan Konstruktives. Keduanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai siswa. Keduanya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siswa aktif.




1.      Teori Skema.
Menurut teori ini, pengetahuan disimpan dalam suatu paket informasi, atau sekema yang terdiri dari konstruksi mental gagasan kita. Teori ini lebih menunjukkan bahwa pengetahuan kita itu tersusun dalam suatu skema yang terletak dalam ingatan kita. Dalam belajar, kita dapat menambah skema yang ada sihingga dapa t menjadi lebih luas dan berkembang.
1.      Konstrtivisme, Behaviorisme, dan Maturasionisme
Konstruktivisme berbeda dengan Behavorisme dan Maturasionisme. Bila Behaviorisme menekankan keterampilan sebagai suatu tujuan pengajaran, konstruktivime lebih menekankan pengembangan konsep dan pengertian yang mendalam. Bila Maturasionisme lebih menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan langkahlangkah perkembangan kedewasaan. Konstruktivisme lebih menekankan pengetahuan sebagai konstruksi aktif sibelajar. Dalam pengertian Maturasionisme, bila seseorang mengikuti perkembangan pengetahuan yang ada, dengan sendirinya ia akan menemukan pengetahuan yang lengkap.
Menurut Konstruktivisme, bila seseorang tidak mengkonstruktiviskan pengetahuan secara aktif, meskipun ia berumur tua akan tetap tidakakan berkembang pengetahuannya. Dalam teori ini kreatifitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif mereka. Mereka akan terbantu menjadi orang yang kritis menganalisis sesuatu hal karena mereka berfikir dan bukan meniru saja. Kadangkadang orang menganggap bahwa konstruktivisme sama dengan Teori Pencarian Sendiri (Inguiry Approach) dalam belajar. Sebenarnya kalau kita lihat secara teliti, kedua teori ini tidak sama. Dalam banyak hal mereka punya kesamaan,seperti penekanan keaktifan siswa untuk memenuhi suatu hal. Dapat terjadi bahwa metode pencarian sendiri memang merupakan metode konstruktivisme tetapi tidak semua semua konstruktivis dengan metode pencarian sendiri. Dalam konstruktivisme terlibih yang personal sosial, justru dikembangkan belajar bersama dalam kelompok. Hal ini yang tidak ada dalam metode mencari sendiri. Bahkan, dalam praktek metode pencarian sendiri tidak memungkinkan siswa mengkonstruk pengetahuan sendiri, karena langkah-langkah pencarian dan bagaimana pencarian dilaporkan dan dirumuskan sudah dituliskan sebelumnya.

C.     PENERAPAN PEMBELAJARAN SECARA KONSTUKTIVIS
Adapun penerapan pembelajaran secara kontruktivis adalah
1.Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenar
2.Menggalakkan soalan/idea yang dimul akan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
3.Menyokong pembelajaran secara koperatif Mengambilkira sikap dan pembawaan murid
4.Mengambilkira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide
5.Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid
6.Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru
7.Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
8.Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.

D.    PRINSIP-PRINSIP KONSTRUKTIVIS
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivis yang diterapkan dalam belajar mengajar adalah:
1.Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2.Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
3.Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah
4.Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
5.Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6.Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan 7.Mmencari dan menilai pendapat siswa
8.Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa . siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.
Model-model pembelajaran berdasarkan prinsip- prinsip konstruktivis
Prinsip-prinsip  pembelajaran dengan pendekatan kostruktivis telah melahirkan berbagai macam model –model pembelajaran dan dari berbagai macam model pembelajaran tersebut  terdapat  pandangan yang sama .bahwa dalam proses belajar siswa adalah pelaku aktif kegiatan belajar dengan membangun sendiri pengetahuan berdasarkan  pengalaman-pengalaman yang dimilikihya[3].
Namun demikian .kendati peran  guru dalam reception leaarning maupun discoverfy learning berbeda .namun keduahya memiliki beberapa kesamaan pandangan anatara lain;
1.antara reception learning dan discovery learning ,sama-sama membutuhkan kreativitas siswa dalam belajar
2. kedua pendekatan tersebut menekankan cara-cara bagaimana pengetahuan siswa yang sudah ada dapat menjadi bagian dari pengetahuan baru.
3. kedua pendekatan sama-sama mengasumsikan pengetahuan sebagai sesuatu yang dapat berubah terus.

E.     HAKIKAT MASA DEPAN ANAK MENURUT TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVIS
Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61). Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak. Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut:
(1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan,
(2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa,
(3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal,
(4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas,
(5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber.
Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivis yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5). Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku. Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa jugaa disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
Berbeda dengan kontruktivis kognitif ala Piaget, konstruktivis sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar. Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivis dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut:
(a) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivis adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,
(b) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
(c) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya.
Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.

F.      HAKIKAT PEMBELAJARAN MENURUT TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVIS
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya[4]. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kcil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru. Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna.
Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.
     Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivis. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar matematika tersebut.
Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivis, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) matematika menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivis, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
(1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri.
(2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif.
(3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
(4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa.
(5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka.
(6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.

G.   KELEBIHAN DAN KELEMAHAN TEORI KONSTRUTIVIS
1. Kelebihan
1.Berfikir dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
2.Faham :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
3.Ingat :Oleh kerana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justeru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
4.Kemahiran sosial :Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam membina pengetahuan baru.
5.Seronok :Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan baru.

2.      Kelemahan Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik itu sepertinya kurang begitu mendukung.

H.   PROSES BELAJAR MENURUT KONSTRUKVIS
     Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan kontruktifis dan dari aspek-aspek si belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.
1.Proses belajar
kontruktivis secara konseptual proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar kedalam diri siswa kepada pengalamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemuktahiran struktur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi rosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari pada fakta-fakta yang terlepas-lepas.
2.Peranan siswa.
Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan adalah terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.
3.Peranan guru.
Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sebdiri.
4.Sarana belajar.
Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.
5.Evaluasi.
Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman[5].

I.     IMPLIKASI KONSTRUKTIVIS PADA PEMBELAJARAN
 1. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran lebih di orientasikan pada upaya membantu mahasiswa untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui proses internalisasi, pembentukan kembali, dan transformasi informasi yang telah di perolehnya agar menjadi pengetahuan baru. Dengan demikian tujuan pembelajaran adalah membangun pemahaman. Pemahaman dinilai penting, karena pemahaman akan memberikan makna kepada yang dipelajari. Dengan demikan dalam pengembangan initidak memiliki tujuan pembelajaran dan performasi internal pada isi (misalnya menggunakan prosedur sebagaimana ynag digambarkan dalam CDT Merril dalam Reigelut : 1983) tetapi lebih mencari tugas autentik.
2.Isi Pembelajaran
Dalam pandangan konstruktis, dosen tidak dapat menentukan secara spesifik isi atau bahan yang harus dipelajari oleh mahasiswa, tetapi hanya sebatas memberikan rambu-rambu bahan pembelajaran yang sifatnya umum. Dalam belajar secara konstruktivis, mahasiswa harus membentuk pengertian dari berbagai sudut pandang, maka dalam proses belajarnya tidak bisa dipisahkan dengan dunia rill dan informasi dari berbagai sumber
      3.Strategi Pembelajaran
Tugas dosen adalah menfasilitasi mahasiswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasi kongkrit, maka strategi pembelajaran yang di gunakan perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi mahasiswa. Menurut Merill (1991), pandangan konstruktisme mementingan pengembangan lingkungan belajar yang meningkatkan pembentukan pengertian dari perspektif ganda dan informasi yang efektif atau kontrol eksternal yang teliti dari peristiwa-peristiwa yang ketat dihindari sama sekali. Untuk maksud tersebut, dosen perlu melakukan hal-hal berikut :
a.Menyajikan masalah-masalah aktual dalam konteks yang sesuai dengan tingkat perkebangannya
b.Pembelajaran disktrukturkan di sekitar konsep-konsep primer
c.Memberi dorongan kepada mahasiswa untuk mengajukan pertanyaan sendiri. d.Memberanikan mahasiswa untuk menemukan jawaban dari pertanyaan sendiri e.Memberanikan mahasiswa mengemukakan pendapat dan mengahargai sudut pandangnya
f.Menentang mahasiswa untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam, bukan sekedar menyelesaikan tugas.
g.Menganjurkan mahasiswa bekerja secara kolaborasi
h.Mendorong mahasiswa untuk berani menerima tanggung jawab
i.Menilai proses dan hasil belajar mahasiswa dala konteks pembelajaran
4.Sumber Belajar Sumber-sumber belajar yang dianjurkan adalah sumber belajar yang berupa :
a.Data atau informasi yang berasal dari sumber-sumber primer
b.Bahan-bahan yang dapat dimanipulasikan sehingga mahasiswa dapat mengadakan interaksi dengan bahan-bahan tersebut. Sumber-sumber belajar yang dapat dirancang untuk kepentingan pembelajaran (by desain) maupun sumber belajar yang tidak sengaja di rancang untuk pembelajaran (by utilization)
5.Penataan Lingkungan Menurut wilson (1996), penataan lingkungan belajar berdasar pandangan konstruktivisme :
1.Menyediakan pengalaman belaar melalui proses menyediakan pengalaman belajar melalui proses pembentukan pengetahuan dalam mana mahasiswa ikut menentukan topik/sub topik bidang studi yang dipelajari metode pembelajaran
2.Menyediakan pengalaman belajar yang kaya akan alternatif seperti peninjauan masalah dari berbagai segi.
3.Menginstegrasikan proses belajar dalam konteks yang nyata dar rel

J.    PERBANDINGAN PEMBELAJARAN TRADISIONAL DENGAN       PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVIS
        Seperti banyak metode yang dibahas dalam rangkaian workshop, di kelas konstruktivis, fokus cenderung bergeser dari guru kepada siswa. Ruang kelas tidak lagi menjadi tempat di mana guru ("ahli") menuangkan pengetahuan ke siswa pasif, yang menunggu seperti bejana kosong untuk diisi. Dalam model konstruktivis, para siswa didorong untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar mereka sendiri. Guru berfungsi lebih sebagai fasilitator yang pelatih, menengahi, mendorong, dan membantu siswa mengembangkan dan menilai pemahaman mereka, dan dengan demikian belajar mereka. Salah satu pekerjaan guru terbesar menjadi MENGAJUKAN PERTANYAAN YANG BAIK[6].
     Dan, di kelas konstruktivis, baik guru dan siswa berpikir pengetahuan tidak factoids inert untuk dihafalkan, tetapi sebagai pandangan, dinamis selalu berubah dari dunia kita hidup dan kemampuan untuk berhasil meregangkan dan mengeksplorasi pandangan itu.
    Grafik di bawah ini membandingkan kelas tradisional dengan yang konstruktivis. Anda dapat melihat perbedaan yang signifikan dalam asumsi dasar tentang pengetahuan, siswa, dan pembelajaran. (Sangat penting, bagaimanapun, perlu diingat bahwa konstruktivis mengakui bahwa siswa membangun pengetahuan di dalam kelas tradisional, terlalu Ini benar-benar masalah penekanan berada pada siswa, bukan pada instruktur.



KELAS TRADISIONAL

KELAS KONSTRUKTIVIS
Kurikulum dimulai dengan bagian-bagian dari keseluruhan. Menekankan kemampuan dasar.
Kurikulum menekankan konsep besar, dimulai dengan keseluruhan dan memperluas untuk menyertakan bagian.
Ketaatan pada kurikulum tetap sangat dihargai.
Mengejar pertanyaan dan minat siswa dihargai.
Bahan terutama buku teks dan buku kerja.
Bahan termasuk sumber utama bahan dan bahan manipulatif.
Pembelajaran ini berdasarkan pada pengulangan.
Belajar adalah interaktif, membangun apa yang siswa sudah tahu.
Guru menyebarkan informasi kepada siswa, siswa hanya sebagai penerima pengetahuan.
Guru berdialog dengan siswa, membantu siswa membangun pengetahuan mereka sendiri.
Peran guru adalah direktif, berakar pada otoritas.
Peran guru adalah interaktif, yang berakar dalam negosiasi.
Penilaian adalah melalui pengujian, jawaban yang benar.
Penilaian mencakup karya siswa, pengamatan, dan sudut pandang, serta tes. Proses sama pentingnya dengan produk.
Pengetahuan dipandang sebagai inert.
Pengetahuan dipandang sebagai dinamis, terus berubah dengan pengalaman kami.
Siswa bekerja terutama saja.
Siswa bekerja terutama dalam kelompok.





















BAB IV
PENUTUP

3.1 KESIMULAN
Kesimpulannya pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang berasaskan Konstruktivistik akan memberi peluang kepada guru untuk memilih kaidah pengajaran dan pembelajaran yang sesuai dan murid dapat menentukan sendiri masa yang diperlukan untuk memperoleh suatu konsep atau pengetahuan. Disamping itu, guru dapat membuat penilaian sendiri dan menilai kefahamannya tentang sesuatu bidang pengetahuan dapat ditingkatkan lagi. Selain itu, beban guru sebagai pengajar akan berkurangan di mana guru lebih bertindak sebagai pemudahcara atau fasilitator.
Pembelajaran secara Konstruktivistik berdasarkan beberapa pandangan baru tentang ilmu pengetahuan dan bagaimana boleh diperolehi ilmu tersebut. Pembentukan pengetahuan baru lahir daripada gabungan pembelajaran terlebih dahulu. Pembelajaran ini menggalakkan murid mencipta penyelesaian mereka sendiri dan menguji dengan menggunakan hipotesis-hipotesis dan idea-idea baru.

3.2  SARAN & REKOMENDASI KEBIJAKAN
Pembelajaran sangat sarat dengan konsep-konsep yang membutuhkan penalaran tinggi. Agar hasil belajar yang dicapai lebih optimum maka para guru fisika sebaiknya selalu memperhatikan penalaran formal yang telah dimiliki siswa. Sehingga strategi pengubah miskonsepsi dapat ditentukan dengan tepat. Telah terbukti bahwa kualitas miskonsepsi yang dimiliki siswa sangat tergantung pada penalaran formal siswa.






DAFTAR PUSTAKA

Abdullah.M, 2002, membangun kompetensi. IPA Fisika SLTP untuk kelas 1: Jakarta ESIS
Davidoff. Linda L. 1981. Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta penerbit Erlangga
Blandar, Alan, 2001. Aktual Belajar dan Pembelajaran, Jakarta; PT media karya
Wahyana. 1997. Pengelolahan Pengajaran Fisika: Jakarta. Universitas Terbuka
Indrawati. 2000. Keterampilan Proses sains: Bandung PPPG IPA; Gramedia
Arpi A, 2003. Pengembengan dalam Proses Belajar Mengajar; ESIS




[1] Abdullah.M, 2002, Membangun Kompetensi. Jakarta; ESIS, 64
[2] Davidoff. Linda L. 1981. Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta penerbit Erlangga, 78
[3] Blandar, Alan, 2001. Aktual Belajar dan Pembelajaran, Jakarta; PT media karya, 47
[4] Wahyana. 1997. Pengelolahan Pengajaran Fisika: Jakarta. Universitas Terbuka, Erlangga, 73
[5] Indrawati. 2000. Keterampilan Proses sains: Bandung PPPG IPA; Gramedia, 56
[6] Arpi A, 2003. Pengembengan dalam Proses Belajar Mengajar; ESIS, 29

Comments

Popular posts from this blog

MUTASI

                                                                         Makalah     MUTASI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “ Manajemen Personalia ” Yang dibina oleh Dra. Munifah Z,M.Pd Di susun oleh: Muhammad Ardi Abdillah                                                 INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU SOSIAL DAN HUMANIOR JURUSAN PENDIDIKAN ILMU EKONOMI DAN WIRAUSAHA IKIP BUDI UTOMO MALANG 2011 KATA PENGANTAR             Segala Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Karena atas berkat dan rahmat-Nya kami Dapat menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.             Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas “Menejemen Personalia” yang diajar oleh Dra. Munifah Z,M.Pd . Makalah ini kami susun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri kami sendiri ma

Pendekatan Pembelajaran, Pendekatan Metode, Pendekatan Struktural dan Teknik Pembelajaran dalam Proses Pendidikan

MAKALAH Pendekatan Pembelajaran, Pendekatan Metode, Pendekatan Struktural dan Teknik Pembelajaran dalam Proses Pendidikan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “ Belajar dan Pembelajaran ” Yang dibina oleh M. Zaini Di susun oleh:   Muhammad Ardi Abdillah                  Yopita A                   Agustinus Bani Ate                   Suci Alfian                    Katarina INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU SOSIAL DAN HUMANIOR JURUSAN PENDIDIKAN ILMU EKONOMI DAN WIRAUSAHA IKIP BUDI UTOMO MALANG 201 2 KATA PENGANTAR             Segala Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Karena atas berkat dan rahmat-Nya kami Dapat menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.             Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas “Belajar dan Pembelajaran” yang diajar oleh M . Zaini.